Tanpa Kata

“Ada yang pernah mengatakan padaku, bahwa tingkat rindu yang tertinggi adalah ketika dua orang saling berjauhan tapi saling mendoakan dalam rindu.”

Aku berdiri menghadap pada selatan Jakarta, pada sebuah pagi yang sejuk kuhirup udara segar ini. Aku berdiri pada tempat yang kamu pilihkan untukku. Tempat untuk ku pulang dan membuka mata kala pagi menjelang. Dulu kubayangkan aku dan kamu akan memiliki waktu pagi seperti ini, duduk di balkon saling melempar senyum yang masih tersisa nafas pagi. Secangkir teh dan kopi menemani pagi kita sesaat sebelum kita menyiapkan diri berangkat kerja.

Kutengok wajah disampingku, dan itu bukan kamu. Dia, laki-laki pengganti wujudmu. Dia yang sekarang menikmati apa yang telah kamu siapkan untuk tanpa perlu lagi bekerja merapikannya. Kamu telah rapikan semua agar aku akan nyaman dan aman tanpa kamu sekalipun.

Ada sebuah tangan yang merangkul pundakku, dan itu bukan tangan kamu. Dia, laki-laki lain yang menawarkan cinta yang lain dari apa yang kamu beri. Kucoba membalas rangkulan itu membiarkan aliran cinta mengalir menghangatkan pagi. Cinta yang lain dari apa yang selama ini aku terima dari kamu.

Pagi ini, aku teringat akan mimpi kita. Mimpi yang sampai saat ini tak mampu kupupuskan.

Kubergumam dalam hati
“aku sakit. Bila kamu tahu aku sakit, pasti kamu segera meluncur ke sisiku. Menyiapkan makan, menyelimuti aku, memijat kakiku sampai aku tertidur lalu terbangun dan kamu telah pulang.”

Dia, tak bisa seperti itu. Dia memang lain. Karena dia belum mengerti aku. Dulu aku sering bertanya dari mana kamu tahu kalau aku membutuhkanmu padahal aku tak meminta. Kamu hanya menjawab karena aku cinta jadi aku bisa merasakan. Kamu percaya telepati? Tanpa kamu sadari kamu memanggil aku kesini. Kamu selalu bisa membuatku tersenyum sekaligus menangis.

Tapi sekarang, sekencang apapun aku memanggilmu, kamu tak akan datang karena dia telah menutup jalanmu menujuku.

Aku rindu.
Kupejamkan mata.
Kupanjatkan doa
Agar Tuhan menyampaikan rasa rindu.

*Miss you so badly*

Author: Isma Miranda

Saya Tak ada yang istimewa. Seorang bankir yang senang menulis. Mencoba bertarung di arena kehidupan di Jakarta. Tak indah Tak juga sedih Tapi Jakarta mengajarkan saya untuk bertarung. Saya Hanyalah seorang perempuan yang terus belajar tentang cinta. Cinta kepada Tuhan yang saya wujudkan dengan cinta kepada apa yang saya jalani dan alami.

3 thoughts on “Tanpa Kata”

  1. Love is short, so don’t hold back, forgive like you have amnesia, believe like a kid, love like crazy and be yourself.. 😉

Leave a reply to squid Cancel reply

Cerita Mukidi

Tertawa Itu Hemat

Musim Semi

berharap hangat itu sampai ke hatimu begitu juga cintaku

Ine Punya Cerita

Just a simple talking between me, my life and myself. :)

Indie Hero

Brian Marggraf, Author of Dream Brother: A Novel, Independent publishing advocate, New York City dweller

De Ēntín

Just another WordPress.com weblog

Legal Banking

Learning about Indonesian Legal Banking

Just on My Point of View

celoteh .:tt:.

- menulis saja -

KUPU-KUPU AKSARA

Lemaskan jemari, bebaskan pikiran dan biarkan aksara menyusun sendiri petualangannya

Kamera Kata

..mengkristal waktu bersamamu

WordPress.com

WordPress.com is the best place for your personal blog or business site.